BAB 13
KONJUGASI PADA BAKTERI
Konjugasi
adalah suatu proses transfer informasi genetik satu arah yang terjadi melalui
kontak langsung antara suatu sel bakteri donor dan suatu sel bakteri resipien.
Bakteri donor dianggap sebagai berkelamin jantan, sedangkan bakteri resipien
dianggap sebagai berkelamin betina. Konjugasi dapat diartikan sebagai fusi
temporer dua organisme sel tunggal dalam rangka transfer seksual materi
genetik. Peristiwa konjugasi ditemukan pada E.
coli pertama kali oleh J. Lederberg dan E. L Tatum. Dua strain E. coli dipelajari dalam kebutuhannya
terhadap nutrisi. Strain yang membutuhkan nutrisi untuk perkembangannya disebut
auxkotrop. Sedangkan yang tidak membutuhkan nutrisi tambahan disebut
prototroph.
Dalam
percobaanya, digunakan strain A dan B yang dicampur dan dibiakkan dalam medium
minimal. Kemudian sebagai kontrol, kedua strain tersebut dipisah dan dibiakkan
dalam medium minimal. Ternyata strain yang dicampur dapat tumbuh membentuk
koloni. Hal ini membuktikan adanya pertukaran informasi genetik dari kedua
strain. J. Lederberg dan E. L Tatum menyatakan bahwa peristiwa ini bukanlah
mutasi, tetapi rekombinasi. Kemudian Bernard Davis membuktikan bahwa
rekombinasi yang terjadi itu adalah konjugasi melalui percobaanyya menggunakan
suatu perangkat tabung U.
Selama
konjugasi berlangsung terjadi transfer DNA dari suatu sel donor ke sebuah sel
resipien melewati suatu penghubung antar sel khusus, yang disebut tabung
konjugasi. Sel donor memiliki karakteristik khusus yang berupa juluran tambahan
serupa rambut di permukaan sel yang disebut sebagai F. Pili atau sex pili. Pembentukan F. Pili terletak pada kromosom
mini. Kromosom tersebut disebut sebagai F faktor.
Bakteri F+, F-,
dan Hfr
Sel
donor yang mengandung faktor F disebut sebagai sel F+, sedangkan sel
yang tidak mengandung faktor F disebut sel F-. Jika satu populasi
sel F+ dicampur dengan satu populasi sel F-, maka pada
keturunan berikutnya tidak akan ditemui lagi sel F-. Hal itu karena
sel F+ memiliki kemampuan untuk melakukan konjugasi. Sehingga dia
akan mentrasnfer informasi genetiknya ke sel F- dan menyebabkan
rekombinasi.
Pada
penelitian lebih lanjut, ditemukan strain F+ yang memiliki frekuensi
rekombinasi yang sangat tinggi yang disebut Hfr (high frequency recombination).
Perbedaan antara strain Hfr dan strain F+ adalah bahwa setelah
rekombinasi sel F- hampir tidak pernah berubah menjadi sel F-
ataupun sel Hfr. Sebaliknya, setelah konjugasi yang menyebabkan terjadinya
rekombinasi antara sel F+ dan sel F-, sel resipien itu
selalu menjadi sel F+.
Faktor F!
Terkadang
faktor F yang terntegrasi dengan inang terlepas. Akibat dari hal itu adalah
bahwa faktor F yang terlepas tadi membawa sebagian kecil kromosom inang yang
letaknya berdekatan dengan tempat terintegrasinya faktor F. Fenomena itulah
yang menyebabkan terbentuknya F! (F prime). Sel yang memiliki faktor
F! masih bisa melakukan konjugasi dengan sel F-. hal itu
disebabkan karena sifat dari faktor F masih ada. Sehingga saat konjugasi
berlangsung, akan terbentuk faktor F+. fenomena trasnfer gen-gen
kromosom dari suatu sel bakteri donor ke sebuah sel resipien oleh faktor F
disebut sebagai sex duction.
Percobaan Konjugasi yang Terputus
dari E. Wollman dan F. Jacob
Untuk
mempelajari proses konjugasi antara strain E. coli, digunakan dua strain yaitu
Hfr H- dan F-. kedua strain tersebut dicampur dalam
medium pertumbuhan pada suhu 37 derajat celcius. Kemudian seiring waktu mulai
melakukan konjugasi. Sampel diambil dan diaduk kuat dalam blender untuk
memutuskan tabung konjugasi serta memisahkan sel-sel. Hasilnya, jika sel yang
berkonjugasi dipisahkan pada waktu 8 menit pertama setelah pencampuran belum
ada ekspresi rekombinan. Kemudian untuk 8 setengah menit terdapat gen thr+
dan leu+ yang ditransfer. Selanjutnya gen-gen lain menyusul dengan
waktu yang lebih lama.
Pemetaan Kromosom E. coli atas Dasar Hasil Percobaan
Konjugasi Terputus
Data
hasil percobaan konjugasi terputus ternyata dapat digunakan sebagai cara untuk
menentukan letak gen-gen E. coli pada
kromosom. Dari interval waktu yang terekam dapat digunakan untuk memperkirakan
jarak fisik antara gen-gen penanda pada kromosom. Selain itu, satuan menit juga
dapat digunakan untuk standar pengukuran jarak fisik antar gen pada kromosom E. coli. Suatu jarak peta seukuran satu
menit berhubungan dengan panjang segmen kromosom yang ditransfer dalam satu
menit selama konjugasi.
Pemetaan Kromosom E. coli atas Dasar Percobaan Konjugasi
yang Tidak Terputus
Selain
menggunakan percobaan konjugasi yang terputus, pemetaan kromosom pada E. coli juga bisa menggunakan percobaan
konjugasi yang tidak terputus. Pada percobaan ini, proses konjugasi tidak
diputus, artinya dibiarkan secara langsung selama 1-2 jam. Beberapa gen
diseleksi dan ada yang digunakan sebagai penanda. Misalnya saja thr+,
leu+, str+ yang diseleksi dan dihitung. Kemudian azi+,
ton+, tac+, gal+ yang digunakan sebagai
penanda rekombinan. Ternyata, frekuensi rekombinan menurun sebagai suatu fungsi
jaraknya dari penanda rekombinan thr+ leu+. Semakin jauh
jaraknya dari penanda patokan thr+ leu+, frekuensi tiap
penanda rekombinan lain juga berkurang.
BAB 14
REKOMBINASI PADA FAG
BAKTERI
Rekombinasi
Intergenik dan Pemetaan Fag Bakteri
Rekombinasi
genetik pada fag bakteri ditemukan selama percobaan infeksi campuran dimana 2
strain mutan dibiarkan menginfeksi satu biakan bakteri yang sama secara
simultan. Rekombinasi yang melibatkan 2 lokus inilah yang tergolong rekombinasi
intergenik. Fag induk yang digunakan bergenotif h+r (rentang inang wild
type, lisis cepat)dan hr+
(rentang inang lebar, lisis nomal). Apabila tidak terjadi rekombinasi,
maka kedua genotip induk inilah yang dijumpai pada genotip rekombinan. Namun,
pada percobaan ditemukan juga genotip rekombinan hr+, h+r, dan hr.
Hersey dan Rotman yang
menggunakan strain fag T2 menyatakan bahwa, “Sekalipun ditemukan berbagai jarak
pautan (frekuensi rekombinasi), tidak ada satupun yang pernah melampaui
frekuensi 30%.” Kejadian rekombinasi dapat terjadi melalui 2 alternatif (3
strain), yaitu: (1) Terjadi 2 kombinasi berturutan dalam sel yang sama, dan (2)
Terjadi “perkawinan serempak” antara ketiga kromosom dari ketiga strain pada
waktu bersamaan. Rekombinasi pada Fag berdampak pada nilai interferensi
genetik. Kebanyakan makhluk hidup, nilai interferensi genetik positif (akibat
nilai koefisien koinsidensi < 1),
yang berarti bahwa peristiwa pindah silang yang terjadi pada suatu
daerah kromosom akan menghambat pindah silang pada kromosom di dekatnya. Pada
persilangan fag, nilai interferensi genetik adalah negatif akibat nilai
koefisien koinsidensi > 1. Hal tersebut berarti bahwa pindah silang pada
suatu daerah kromosom akan meningkatkan
kejadian pindah silang pada daerah kromosom di dekatnya.
Jika frekuensi
rekombinasi pada 2 interval kromosom berdekatan menjadi lebih kecil maka
terjadi peningkatan interferensi negatif yang mencolok. Dalam hubungan ini,
terlihat bahwa perpasangan dan pertukaran yang terjadi di lingkup suatu daerah
kromosom yang kecil akan meningkatkan peluang pertukaran genetik tambahan dalam
batas daerah sempit tersebut.
Rekombinasi
Intragenik
Rekombinasi
intragenik misalnya terjadi pada fag T4 melalui pengamatan dan pengkajian rinci
terhadap lokus rII fag T4 oleh Benzer. Benzer berhasil mengungkap keberadaan rekombinan-rekombinan genetik yang
sangat jarang terjadi akibat pertukaran yang berlangsung dalam gen, bukan antar
gen sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya. Peristiwa rekombinasi semacam itu
terjadi antar DNA fag-fag bakteri selama infeksi simultan terhadap E.coli.
Mutan-mutan
rII tidak
dapat melakukan lisis secara berhasil terhadap suatu strain E.coli yang lain, yaitu K12 (λ) yang
telah mengalami lisogenasi oleh fag, meskipun mutan-mutan itu mampu menginfeksi
dan melalukan lisis terhadap E.coli
B. Upaya lain juga dilakukan Benzer untuk menghitung jumlah total turunan mutan
maupun jumlah total rekombinan wild-type.
Dalam hubungan ini Benzer memanfaatkan teknik pengenceran serial, dan dengan
teknik Benzer mampu menentukan mutan rII yang dihasilkan pada E.coli
B maupun jumlah total rekombinan wild-type
yang melakukan lisis terhadap E.coli
K12 (λ).
Satu
upaya yang juga dilakukan itu adalah uji komplementasi. Uji komplementasi itu
dilakukan karena selama melakukan kontrol terhadap percobaannya terutama disaat
E.coli strain K12 (λ) secara simultan
diinfeksi oleh pasangan strain mutan yang berbeda, Benzer menemukan adanya E.coli yang mengalami lisis.
Apabila banyak pasangan mutan
diperlakukan pada uji komplementasi, maka tiap mutan pasti terkelompok ke dalam
salah satu dari dua kelompok komplementasi, yang disebut sebagai A dan B.
Pasangan-pasangan mutan uji yang melakukan komplementasi satu sama lain
dikelompokkan ke dalam komplementasi yang lain. Tiap kelompok komplementasi ini
disebut sebagai cistron A dan B oleh Benzer. Cistron
A dan B pada lokus rll fag T4, sudah
diketahui sebagai dua buah gen yang berlainan dan cistron A adalah bagian dari cistron
B. Melalui uji komplementasi, 20.000 mutan pada lokus rII dapat
dipisahkan menjadi dua yaitu cistron A
dan B dan 307
di antaranya berhasil dipetakan. Hal ini
mengungkan rekombinasi intragenik yang terjadi pada cistron A maupun cistron B
Nilai
frekuensi rekombinan (%) itu dipandang setara dengan jarak antara 2 mutan (pada
saat ini keduanya sama-sama merupakan
bagian dari cistron yang sama). Perhitungan tersebut perlu dikali dua karena tiap peristiwa rekombinan menghasilkan
2 produk yang resiprok dan hanya
satu diantara wild-type yang
dideteksi. Sangat banyak percobaan intragenik yang sama sekali tidak memunculkan rekombinan wild-type. Hal ini disebabkan oleh delesi
pada mutan di daerah cistron A dan B. Tapak-tapak yang mengalami mutasi disebut titik panas atau hot spots. Dilain
pihak ada pula tapak yang
tidak pernah mengalami mutasi (sehingga tidak memilki mutan).
Percobaan Benzer ini
berhasil membuktikan suatu gen bukanlah partikel yang tidakdapat dibagi. Gen
merupakan bagian molekul DNA yang tersusun oleh nukleotida-nukleotida.
PERTANYAAN:
1.
Apakah rekombinasi pada kromosom fag dapat terjadi ? Jelaskan!
Jawab:
sekitar tahun 1974 penelitian membuktikan bahwa rekombinasi genetik juga
terjadi pada fag bakteri. Ada dua macam rekombinasi yang terjadi pada kromosom fag, yaitu rekombinasi intergenik dan
rekombinasi intragenik. Rekombinasi intergenik merupakan rekombinasi
yang melibatkan dua lokus (dua strain beda). Rekombinasi intragenik
misalnya terjadi pada fag T4 melalui pengamatan dan pengkajian rinci
terhadap lokus rll fag T4 oleh
Benzer. Dalam hal ini terungkap mengungkap keberadaan rekombinan-rekombinan
genetik terjadi akibat pertukaran yang berlangsung dalam gen, bukan antar gen.
2.
Mengapa nilai interferensi genetik
positif pada kebanyakan makhluk hidup nilai koefisien koinsidensi < 1?
Jelaskan!
Jawab:
Rekombinasi akan berdampak pada nilai interferensi genetik. Peristiwa pindah
silang yang terjadi pada suatu daerah kromosom akan menghambat pindah silang
pada kromosom di dekatnya, sehingga nilai koefisien koinsidensi < 1
3.
Apa perbedaan percobaan konjugasi
terputus dan tidak terputus? Lebih efektif mana dalam pemetaan kromosom E. coli?
Jawab: Perbedaanya
terletak pada perlakuan bakteri selama konjugasi. Pada konjugasi terputus, sel
yang sedang berkonjugasi diputus prosesnya dalam waktu tertentu. Sedangkan pada
konjugasi tidak terputus, proses konjugasi dibiarkan sampai selesai sekitar 1-2
jam. Dalam pemetaan kromosom E. coli,
lebih efektif menggunakan percobaan konjugasi terputus. Hal itu karena
percobaan konjugasi terputus lebih sederhana dan lebih langsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar