Kamis, 23 Oktober 2014

bab 13 dan 14

BAB 13
KONJUGASI PADA BAKTERI
Konjugasi adalah suatu proses transfer informasi genetik satu arah yang terjadi melalui kontak langsung antara suatu sel bakteri donor dan suatu sel bakteri resipien. Bakteri donor dianggap sebagai berkelamin jantan, sedangkan bakteri resipien dianggap sebagai berkelamin betina. Konjugasi dapat diartikan sebagai fusi temporer dua organisme sel tunggal dalam rangka transfer seksual materi genetik. Peristiwa konjugasi ditemukan pada E. coli pertama kali oleh J. Lederberg dan E. L Tatum. Dua strain E. coli dipelajari dalam kebutuhannya terhadap nutrisi. Strain yang membutuhkan nutrisi untuk perkembangannya disebut auxkotrop. Sedangkan yang tidak membutuhkan nutrisi tambahan disebut prototroph.
Dalam percobaanya, digunakan strain A dan B yang dicampur dan dibiakkan dalam medium minimal. Kemudian sebagai kontrol, kedua strain tersebut dipisah dan dibiakkan dalam medium minimal. Ternyata strain yang dicampur dapat tumbuh membentuk koloni. Hal ini membuktikan adanya pertukaran informasi genetik dari kedua strain. J. Lederberg dan E. L Tatum menyatakan bahwa peristiwa ini bukanlah mutasi, tetapi rekombinasi. Kemudian Bernard Davis membuktikan bahwa rekombinasi yang terjadi itu adalah konjugasi melalui percobaanyya menggunakan suatu perangkat tabung U.
Selama konjugasi berlangsung terjadi transfer DNA dari suatu sel donor ke sebuah sel resipien melewati suatu penghubung antar sel khusus, yang disebut tabung konjugasi. Sel donor memiliki karakteristik khusus yang berupa juluran tambahan serupa rambut di permukaan sel yang disebut sebagai F. Pili atau sex pili. Pembentukan F. Pili terletak pada kromosom mini. Kromosom tersebut disebut sebagai F faktor.  

Bakteri F+, F-, dan Hfr
Sel donor yang mengandung faktor F disebut sebagai sel F+, sedangkan sel yang tidak mengandung faktor F disebut sel F-. Jika satu populasi sel F+ dicampur dengan satu populasi sel F-, maka pada keturunan berikutnya tidak akan ditemui lagi sel F-. Hal itu karena sel F+ memiliki kemampuan untuk melakukan konjugasi. Sehingga dia akan mentrasnfer informasi genetiknya ke sel F- dan menyebabkan rekombinasi.
Pada penelitian lebih lanjut, ditemukan strain F+ yang memiliki frekuensi rekombinasi yang sangat tinggi yang disebut Hfr (high frequency recombination). Perbedaan antara strain Hfr dan strain F+ adalah bahwa setelah rekombinasi sel F- hampir tidak pernah berubah menjadi sel F- ataupun sel Hfr. Sebaliknya, setelah konjugasi yang menyebabkan terjadinya rekombinasi antara sel F+ dan sel F-, sel resipien itu selalu menjadi sel F+.

Faktor F!
Terkadang faktor F yang terntegrasi dengan inang terlepas. Akibat dari hal itu adalah bahwa faktor F yang terlepas tadi membawa sebagian kecil kromosom inang yang letaknya berdekatan dengan tempat terintegrasinya faktor F. Fenomena itulah yang menyebabkan terbentuknya F! (F prime). Sel yang memiliki faktor F! masih bisa melakukan konjugasi dengan sel F-. hal itu disebabkan karena sifat dari faktor F masih ada. Sehingga saat konjugasi berlangsung, akan terbentuk faktor F+. fenomena trasnfer gen-gen kromosom dari suatu sel bakteri donor ke sebuah sel resipien oleh faktor F disebut sebagai sex duction.

Percobaan Konjugasi yang Terputus dari E. Wollman dan F. Jacob
Untuk mempelajari proses konjugasi antara strain E. coli, digunakan dua strain yaitu Hfr H- dan F-. kedua strain tersebut dicampur dalam medium pertumbuhan pada suhu 37 derajat celcius. Kemudian seiring waktu mulai melakukan konjugasi. Sampel diambil dan diaduk kuat dalam blender untuk memutuskan tabung konjugasi serta memisahkan sel-sel. Hasilnya, jika sel yang berkonjugasi dipisahkan pada waktu 8 menit pertama setelah pencampuran belum ada ekspresi rekombinan. Kemudian untuk 8 setengah menit terdapat gen thr+ dan leu+ yang ditransfer. Selanjutnya gen-gen lain menyusul dengan waktu yang lebih lama.

Pemetaan Kromosom E. coli atas Dasar Hasil Percobaan Konjugasi Terputus
Data hasil percobaan konjugasi terputus ternyata dapat digunakan sebagai cara untuk menentukan letak gen-gen E. coli pada kromosom. Dari interval waktu yang terekam dapat digunakan untuk memperkirakan jarak fisik antara gen-gen penanda pada kromosom. Selain itu, satuan menit juga dapat digunakan untuk standar pengukuran jarak fisik antar gen pada kromosom E. coli. Suatu jarak peta seukuran satu menit berhubungan dengan panjang segmen kromosom yang ditransfer dalam satu menit selama konjugasi.

Pemetaan Kromosom E. coli atas Dasar Percobaan Konjugasi yang Tidak Terputus
Selain menggunakan percobaan konjugasi yang terputus, pemetaan kromosom pada E. coli juga bisa menggunakan percobaan konjugasi yang tidak terputus. Pada percobaan ini, proses konjugasi tidak diputus, artinya dibiarkan secara langsung selama 1-2 jam. Beberapa gen diseleksi dan ada yang digunakan sebagai penanda. Misalnya saja thr+, leu+, str+ yang diseleksi dan dihitung. Kemudian azi+, ton+, tac+, gal+ yang digunakan sebagai penanda rekombinan. Ternyata, frekuensi rekombinan menurun sebagai suatu fungsi jaraknya dari penanda rekombinan thr+ leu+. Semakin jauh jaraknya dari penanda patokan thr+ leu+, frekuensi tiap penanda rekombinan lain juga berkurang.



BAB 14
REKOMBINASI PADA FAG BAKTERI
           
Rekombinasi Intergenik dan Pemetaan Fag Bakteri
            Rekombinasi genetik pada fag bakteri ditemukan selama percobaan infeksi campuran dimana 2 strain mutan dibiarkan menginfeksi satu biakan bakteri yang sama secara simultan. Rekombinasi yang melibatkan 2 lokus inilah yang tergolong rekombinasi intergenik. Fag induk yang digunakan bergenotif h+r (rentang inang wild type, lisis cepat)dan hr+ (rentang inang lebar, lisis nomal). Apabila tidak terjadi rekombinasi, maka kedua genotip induk inilah yang dijumpai pada genotip rekombinan. Namun, pada percobaan ditemukan juga genotip rekombinan hr+, h+r, dan hr.
Hersey dan Rotman yang menggunakan strain fag T2 menyatakan bahwa, “Sekalipun ditemukan berbagai jarak pautan (frekuensi rekombinasi), tidak ada satupun yang pernah melampaui frekuensi 30%.” Kejadian rekombinasi dapat terjadi melalui 2 alternatif (3 strain), yaitu: (1) Terjadi 2 kombinasi berturutan dalam sel yang sama, dan (2) Terjadi “perkawinan serempak” antara ketiga kromosom dari ketiga strain pada waktu bersamaan. Rekombinasi pada Fag berdampak pada nilai interferensi genetik. Kebanyakan makhluk hidup, nilai interferensi genetik positif (akibat nilai koefisien koinsidensi < 1),  yang berarti bahwa peristiwa pindah silang yang terjadi pada suatu daerah kromosom akan menghambat pindah silang pada kromosom di dekatnya. Pada persilangan fag, nilai interferensi genetik adalah negatif akibat nilai koefisien koinsidensi > 1. Hal tersebut berarti bahwa pindah silang pada suatu  daerah kromosom akan meningkatkan kejadian pindah silang pada daerah kromosom di dekatnya.
Jika frekuensi rekombinasi pada 2 interval kromosom berdekatan menjadi lebih kecil maka terjadi peningkatan interferensi negatif yang mencolok. Dalam hubungan ini, terlihat bahwa perpasangan dan pertukaran yang terjadi di lingkup suatu daerah kromosom yang kecil akan meningkatkan peluang pertukaran genetik tambahan dalam batas daerah sempit tersebut.

Rekombinasi Intragenik
Rekombinasi intragenik misalnya terjadi pada fag T4 melalui pengamatan dan pengkajian rinci terhadap lokus rII fag T4 oleh Benzer. Benzer berhasil mengungkap keberadaan rekombinan-rekombinan genetik yang sangat jarang terjadi akibat pertukaran yang berlangsung dalam gen, bukan antar gen sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya. Peristiwa rekombinasi semacam itu terjadi antar DNA fag-fag bakteri selama infeksi simultan terhadap E.coli.
Mutan-mutan rII tidak dapat melakukan lisis secara berhasil terhadap suatu strain E.coli yang lain, yaitu K12 (λ) yang telah mengalami lisogenasi oleh fag, meskipun mutan-mutan itu mampu menginfeksi dan melalukan lisis terhadap E.coli B. Upaya lain juga dilakukan Benzer untuk menghitung jumlah total turunan mutan maupun jumlah total rekombinan wild-type. Dalam hubungan ini Benzer memanfaatkan teknik pengenceran serial, dan dengan teknik Benzer mampu menentukan mutan rII yang dihasilkan pada E.coli B maupun jumlah total rekombinan wild-type yang melakukan lisis terhadap E.coli K12 (λ).
Satu upaya yang juga dilakukan itu adalah uji komplementasi. Uji komplementasi itu dilakukan karena selama melakukan kontrol terhadap percobaannya terutama disaat E.coli strain K12 (λ) secara simultan diinfeksi oleh pasangan strain mutan yang berbeda, Benzer menemukan adanya E.coli yang mengalami lisis. Apabila banyak pasangan mutan diperlakukan pada uji komplementasi, maka tiap mutan pasti terkelompok ke dalam salah satu dari dua kelompok komplementasi, yang disebut sebagai A dan B. Pasangan-pasangan mutan uji yang melakukan komplementasi satu sama lain dikelompokkan ke dalam komplementasi yang lain. Tiap kelompok komplementasi ini disebut sebagai cistron A dan B oleh Benzer. Cistron A dan B pada lokus rll fag T4, sudah diketahui sebagai dua buah gen yang berlainan dan cistron A adalah bagian dari cistron B. Melalui uji komplementasi, 20.000 mutan pada lokus rII dapat dipisahkan menjadi dua yaitu cistron A dan B dan 307 di antaranya berhasil dipetakan. Hal ini mengungkan rekombinasi intragenik yang terjadi pada cistron A maupun cistron B
Nilai frekuensi rekombinan (%) itu dipandang setara dengan jarak antara 2 mutan (pada saat ini  keduanya sama-sama merupakan bagian dari cistron yang sama). Perhitungan tersebut perlu dikali dua karena tiap peristiwa rekombinan menghasilkan 2 produk yang resiprok dan hanya satu diantara wild-type yang dideteksi. Sangat banyak percobaan intragenik yang sama sekali  tidak memunculkan rekombinan wild-type. Hal ini disebabkan oleh delesi pada mutan di daerah cistron A dan B. Tapak-tapak yang mengalami mutasi disebut titik panas atau hot spots. Dilain pihak ada pula tapak yang tidak pernah mengalami mutasi (sehingga tidak memilki mutan).
Percobaan Benzer ini berhasil membuktikan suatu gen bukanlah partikel yang tidakdapat dibagi. Gen merupakan bagian molekul DNA yang tersusun oleh nukleotida-nukleotida.

PERTANYAAN:
1.      Apakah rekombinasi pada kromosom fag dapat terjadi ? Jelaskan!
Jawab: sekitar tahun 1974 penelitian membuktikan bahwa rekombinasi genetik juga terjadi pada fag bakteri. Ada dua macam rekombinasi yang terjadi pada kromosom fag, yaitu rekombinasi intergenik dan rekombinasi intragenik. Rekombinasi intergenik merupakan rekombinasi yang melibatkan dua lokus (dua strain beda). Rekombinasi intragenik  misalnya terjadi pada fag T4 melalui pengamatan dan pengkajian rinci terhadap lokus rll fag T4 oleh Benzer. Dalam hal ini terungkap mengungkap keberadaan rekombinan-rekombinan genetik terjadi akibat pertukaran yang berlangsung dalam gen, bukan antar gen.
2.      Mengapa nilai interferensi genetik positif pada kebanyakan makhluk hidup nilai koefisien koinsidensi < 1? Jelaskan!
Jawab: Rekombinasi akan berdampak pada nilai interferensi genetik. Peristiwa pindah silang yang terjadi pada suatu daerah kromosom akan menghambat pindah silang pada kromosom di dekatnya, sehingga nilai koefisien koinsidensi < 1
3.      Apa perbedaan percobaan konjugasi terputus dan tidak terputus? Lebih efektif mana dalam pemetaan kromosom E. coli?

Jawab: Perbedaanya terletak pada perlakuan bakteri selama konjugasi. Pada konjugasi terputus, sel yang sedang berkonjugasi diputus prosesnya dalam waktu tertentu. Sedangkan pada konjugasi tidak terputus, proses konjugasi dibiarkan sampai selesai sekitar 1-2 jam. Dalam pemetaan kromosom E. coli, lebih efektif menggunakan percobaan konjugasi terputus. Hal itu karena percobaan konjugasi terputus lebih sederhana dan lebih langsung. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar