A.
Pengertian Siklus Belajar
Siklus belajar (learning
cycle) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered). Pengembangan model
ini pertama kali dilakukan oleh Science
Curriculum Improvement Study (SCIS) pada tahun 1970-1974. Model ini
dilandasi oleh pandangan kontruktivisme dari Piaget yang berangapan bahwa dalam
belajar pengetahuan itu dibangun sendiri oleh anak dalam struktur kognitif melalui
interaksi dengan lingkungannya. Siklus belajar merupakan rangkaian tahap-tahap
kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat
menguasai kompetensi-kompetensi, yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan
jalan berperan aktif. Siklus belajar pada mulanya terdiri dari fase-fase
eksplorasi (exploration), pengenalan
konsep (concept introduction) dan
aplikasi konsep (concept application)
(Karplus dan Their dalam Renner et al, 1988).
Siklus
belajar patut dikedepankan, karena sesuai dengan teori belajar Piaget (Renner
et al, 1988), teori belajar yang berbasis konstruktivisme. Piaget menyatakan
bahwa belajar merupakan pengembangan aspek kognitif yang meliputi : struktur,
isi, dan fungsi. Struktur intelektual adalah organisasi-organisasi mental
tingkat tinggi yang dimiliki individu untuk memecahkan masalah-masalah. Isi
adalah perilaku khas individu dalam merespon masalah yang dihadapi.
Sedangkan fungsi merupakan proses perkembangan intelektual yang mencakup
adaptasi dan organisasi (Arifin, 1995). Adaptasi terdiri atas asimilasi dan
akomodasi. Pada proses asimilasi individu menggunakan struktur kognitif yang
sudah ada untuk memberikan respon terhadap rangsangan yang diterimanya. Dalam asimilasi
individu berinteraksi dengan data yang ada di lingkungan untuk diproses dalam
struktur mentalnya. Dalam proses ini struktur mental individu dapat berubah,
sehingga terjadi akomodasi. Pada konsisi ini individu melakukan modifikasi dari
struktur yang ada, sehingga terjadi pengembangan struktur mental.
Pemerolehan
konsep baru akan berdampak pada konsep yang telah dimiliki individu. Individu
harus dapat menghubungkan konsep yang baru dipelajari dengan konsep-konsep lain
dalam suatu hubungan antar konsep. Konsep yang baru harus diorganisasikan
dengan konsep-konsep lain yang telah dimiliki. Organisasi yang baik dari
intelektual seseorang akan tercermin dari respon yang diberikan dalam menghadapi
masalah. Karplus dan Their dalam Renner et al, 1988 mengembangkan strategi
pembelajaran yang sesuai dengan ide Piaget di atas.
Dalam
hal ini pembelajar diberi kesempatan untuk mengasimilasi informasi dengan cara
mengeksplorasi lingkungan, mengakomodasi informasi dengan cara mengembangkan
konsep, mengorganisasikan informasi dan menghubungkan konsep-konsep baru
dengan menggunakan atau memperluas konsep yang dimiliki untuk menjelaskan suatu
fenomena yang berbeda. Implementasi teori Piaget oleh Karplus dikembangkan
menjadi fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Unsur-unsur
teori belajar Piaget (asimilasi, akomodasi, dan organisasi) mempunyai
korespondensi dengan fase-fase dalam Siklus Belajar (Abraham et al, 1986).
B. Fase
atau Tahap Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar
Dalam
pembelajaran model siklus belajar (learning cycle) terdapat 3 fase
penting yaitu fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan penerapan konsep.
Pada
fase eksplorasi siswa diberi kesempatan untuk mengeksplorasi materi
secara bebas. Siswa melakukan berbagai kegiatan ilmiah seperti mengamati,
membandingkan, mengelompokkan, menginterpretasikan dan yang lainnya, sehingga
menemukan konsep-konsep penting sesuai dengan topik yang sedang dibahas. Ada
kalanya konsep yang ditemukan sudah sesuai dengan konsepsi awal mereka sehingga
langsung diasimilasikan ke dalam struktur kognitifnya tetapi ada juga konsep
yang tidak sesuai sehingga menimbulkan konflik kognitif. Melalui diskusi
dan bertanya pada teman maupun guru, siswa mengakomodasi konsep tersebut untuk
dapat diasimilasikan. Dengan cara demikian siswa mengembangkan pengetahuan yang
dimilikinya. Pada fase ini aktivitas kebanyakan dilakkan oleh siswa sedang guru
hanya memberikan orientasi tentang apa yang harus dilakukan siswa, mengajukan
pertanyaan untuk mengarahkan kegiatan siswa, memberikan motivasi, serta
mengidentifikasi dan membimbing siswa yang mengalami konflik kognitif. Dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan guru membimbing siswa mengumpulkan data untuk
memecahkan masalah yang sedang dipelajari. Disinilah guru mempunyai banyak
peluang untuk melatih keterampilan proses dan sikap ilmiah para siswa sesuai
dengan apa yang ditargetkan dalam rencana pembelajaran.
Pada
fase pengenalan kosnep peran guru lebih dominan. Dengan menggunakan metode yang
sesuai, guru membantu siswa mengidentifikasi konsep, prinsip, dan hukum-hukum
yang berhubungan dengan pengalaman pada fase eksplorasi. Dalam tahap ini guru
berperan lebih tradisional. Guru mengumpulkan informasid ari murid-murid yang
berkaitan dengan pengalaman mereka dalam eksplorasi. Bagian pelakaran ini
merupakan waktu untuk menyusun pembendaharaan kata. Materi-materi seperti buku,
alat pandang dengar dan materi tertulis lainnya diperlukan untuk penyusunan
konsep.
Fase
terakhir adalah penerapan konsep. Pada fase ini siswa diminta untuk menerapkan
konsep yang baru mereka pahami untuk memecahkan masalah-masalah dalam situasi
yang berbeda. Dalam hal ini guru bertugas untuk menyiapkan berbagai kegiatan
atau permasalahan yang relevan dengan konsep yang sedang dibahas. Pada fase
ini, peserta didik diajak menerapkan pemahaman konsepnya melalui
kegiatan-kegiatan seperti problem solving atau melakukan percobaan lebih
lanjut. Penerapan konsep dapat meningkakan pemahaman konsep dan motivasi
belajar, karena peserta didik mengetahui penerapan nyata dari konsep yang mereka
pelajari.
Dengan
menggunakan pendekatan siklus/daur belajar, dapat diciptakan kesempatan untuk
memberikan pengalaman fisik, interaksi sosial, danr euglasi sendiri. Dengan
kata lain, dengan menggunakan pendekatan ini dapat diciptakan pengalaman-pengalaman
belajar yang menginkorporasikan tiga variabel yang berperanan dalam pembentukan
konsep. Tahap eksplorasi memberikan murid-murid pengalaman fisik dan interaksi
sosial. Pengalaman ini mendorong asimilasi atau mungkin menyebabkan murid untuk
bertanya tentang pemikiran mereka mengenai konsep tertentu, menciptakan
disekuilibrasi. Pengalaman fisik juga membantu murid dalam menumbuhkan image
mental dari gagasan baru atau istilah-istilah baru yang disampaikan dalam tahap
pengenalan konsep.
Karena
gagasan-gagasan atau istilah-istilah baru disampaikan dalam pengenalan konsep,
murid-murid mempunyai kesempatan untuk berinteraksi dengan gagasan baru dan
dengan guru serta dengan teman. Interaksi ini cukup untuk membantu murid
mengasimilasi atau mengakomodasi gagasan tertentu. Tahap penerapan konsep
mendorong interaksi fisik dan sosial tambahan dengan memberikan kesempatan
mereka untuk menggunakan agasan-gagasan dan istilah-istilah baru ini
dalam situasi yang berbeda. Pengalaman-pengalaman ini membantu menemukan jawaban-jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul selama tahap eksplorasi dan
pengenalan konsep, memberikan kesempatan tambahan untuk terjadinya regulasi
sendiri.
Dengan
perhatian tetap diarahkan pada murid-murid, variabel pembentukan konsep
(kematangan fisik) dapat juga diakomodasi dengan siklus belajar. Menurut para
pakar teori kognitif, murid-murid hanya dapat menginternalisasi konsep bilamana
mereka telah “siap mental”. Oleh karena itu, dengan pemilihan
konsep-konsep/topik yang tepat dari masing-masing pelajaran, murid-murid dapat
diberi pengalaman-pengalaman belajar yang cocok dengan kemampuan penalarannya.
C.
Pengembangan Model Siklus Belajar dalam Pembelajaran
1.
4E Learning
Cycle
Siklus belajar
merupakan salah satu model pembelajaran yang khas untuk pembelajaran Biologi.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa siklus belajar mempunyai relevansi dengan
langkah-langkah belajar sains. Siklus belajar yang dimaksud di sini adalah
siklus belajar yang terdiri dari empat langkah atau empat tahap (4-E) yaitu: eksplorasi
(exploration), eksplanasi (explanation), ekspansi (expansion),
dan evaluasi (evaluation) (Martin,1997).
2.
5E Learning
Cycle
Inti dari model siklus belajar terdiri dari tiga fase
yaitu fase eksplorasi, fase eksplanasi dan fase aplikasi (Lawson, 1994:136).
Siklus belajar ini kemudian berkembang berdasarkan kebutuhan lapangan menjadi
lima fase dan dikenal dengan the 5 E Learning Cycle Model (Bybee, et
al.,1989). Model siklus belajar ini terdiri dari lima tahap kegiatan yaitu Engagement
(pendahuluan), Exploration (eksplorasi), Explanation (eksplanasi),
Elaboration (elaborasi), dan Evaluation (evaluasi). Secara
struktural, model siklus belajar 5 tahap ini lebih sesuai dengan struktur
pembelajaran IPA yang terdiri dari kegiatan awal, inti dan penutup. Kesesuaian
tahapan siklus belajar dan pembelajaran IPA dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Struktur Pembelajaran IPA
|
The 5 E Learning Cycle
|
Kegiatan Awal
|
Engagement
|
Kegiatan Inti
|
Exploration
Explanation
Elaboration
|
Kegiatan Penutup
|
Evaluation
|
3.
7E Learning
Cycle
Tujuh
tahapan dalam model siklus belajar 7E memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengungkapkan gagasan-gagasan yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran,
mengaitkan konten/ materi dengan konteks nyata, menemukan konsep, menerapkan
konsep, bekerjasama dalam memecahkan masalah, memindahkan, mengaitkan dan
mengembangkan konsep-konsep yang telah dipahami dalam konteks yang baru. Tujuh
tahapan tersebut meliputi elicit, engage,
explore, explain, elaborate, evaluate, dan extend.
Tahapan
elicit yang merupakan tahapan awal untuk mengungkan pengetahuan awal
siswa melalui pemberian beberapa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan
konsep-konsep biologi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengetahui
pengetahuan awal siswa, maka guru dapat mengoptimalkan perannya dalam
menciptakan kondisi belajar yang kondusif dan mampu memotivasi mereka untuk
menggali informasi lebih banyak.
Pada
tahapan enggage, siswa dimotivasi
melalui contoh tandingan yang dilakukan untuk menunjukkan ketidakcocokan antara
pengetahuan awal siswa yang masih miskonsepsi dengan konsep-konsep yang lebih
ilmiah. Melalui kegiatan tersebut, maka dalam diri siswa akan muncul rasa tidak
puas (dissatisfied) terhadap pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dan siswa akan
lebih termotivasi untuk mempelajari konsep dan prinsip lebih jauh. Dengan
terjadinya pertentangan kognitif sehingga akan mendorong terjadi kondisi tidak
sesuai atau disekuilibrium, dalam kondisi ini siswa akan lebih terdorong untuk
mencari jawaban atas ketidaksesuaian tersebut.
Tahapan
explore merupakan tahapan yang
ketiga, pada tahapan ini siswa melakukan penyelidikan atau pencarian
sumber-sumber informasi untuk mendukung pengetahuannya atau menemukan
konsep-konsep baru. Melalui tahapan ini siswa diberi kesempatan seluas-luasnya
untuk mengembagkan indikator pemahaman konsep menginterpretasi, menduga,
membandingkan, dan menjelaskan. Dalam tahapan ini siswa dilibatkan dalam
kegiatan yang memotivasi dan membutuhkan pengalaman hands-on. Hal ini sejalan dengan pernyataan Resnick (1981) yang
menerangkan bahwa seseorang yang belajar itu pada dasarnya adalah membentuk
pengertian.
Tahapan
explain, siswa memaparkan dan menjelaskan kepada siswa lainnya mengenai
hasil-hasil yang diperoleh dari tahapan eksplorasi melalui kegiatan diskusi
kelas. Dalam tahapan ini siswa berkesempatan mengembangkan indikator pemahaman
konsep yaitu menjelaskan, mengintepretasi data dan meringkas informasi yang
mereka peroleh pada tahap explore. Selain itu siswa juga latih untuk membuat
kesimpulan berdasarkan data yang mereka peroleh, dengan begitu siswa dituntut
untuk dapat mengkaitkan antara pengetahuan teoritis dan pengetahuan empiris
yang mereka miliki.
Tahapan
elaborate, siswa diharapkan dapat
mengaitkan atau mengembangkan konsep-konsep yang telah dipelajari dalam
memecahkan permasalahan yang berbeda. Pada tahap ini siswa dapat mengembangkan
indikator pemahaan konsep yaitu menduga, menginterpretasi, menjelaskan dan
membandingkan.
Tahapan
evaluate merupakan tahapan untuk
mengevaluasi siswa dengan kata lain untuk mengetahui seberapa jauh penguasaan
siswa terhadap konsep-konsep baru yang dipelajari. Dalam tahap ini kemampuan
siswa dalam menginterpretasi, memberikan contoh, mengklasifikasi, meringkas,
menduga, membandingkan dan menjelaskan akan dievaluasi oleh guru.
Tahapan
extend yang merupakan tahapan
terakhir, tahapan ini memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan
seluruh indikator pemahaman konsep untuk mengaitkan konsep-konsep baru yang
telah diperoleh dari tahapan-tahapan sebelumnya dalam situasi yang lebih kompleks
dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, para siswa harus menemukan bahwa
konsep-konsep baru tersebut bermanfaat.
D.
Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran dengan Model
Siklus Belajar
Ditinjau
dari dimensi peserta didik, penerapan strategi ini memberi keuntungan sebagai
berikut :
1.
Meningkatkan motivasi
belajar karena peserta didik dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.
2.
Membantu
mengembangkan sikap ilmiah peserta didik.
3.
Pembelajaran menjadi
lebih bermakna.
Adapun
kekurangan penerapan strategi ini yang harus selalu diantisipasi diperkirakan
sebagai berikut (Soebagio, 2000).
1.
Efektifitas
pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah
pembelajaran.
2.
Menurut kesungguhan
dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.
3.
Memerlukan
pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi.
4.
Memerlukan waktu dan
tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran.
E.
Cara agar
Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar dapat Berlangsung Baik
Agar
tujuan pembelajaran tercapai, kegiatan-kegiatan dalam setiap fase-fase harus
dirangkai dengan baik. Kompetensi yang bersifat psikomotorik dan afektif
misalnya akan lebih efektif bila dikuasai melalui kegiatan semacam
praktikum, lingkungan belajar yang perlu diupayakan agar siklus belajar berlangsung
konstruktivistik menurut Hudojo (2001) adalah :
2.
Tersedianya berbagai
alternatif pengalaman belajar jika memungkinkan.
3.
Terjadinya transmisi
sosial, yakni interaksi dan kerja sama individu dengan lingkungan.
4.
Tersedianya media
pembelajaran.
5.
Kaitan konsep yang
dipelajari dengan fenomena sedemikian rupa sehingga siswa terlibat secara
emosional dan sosial yang menjadikan pembelajaran berlangsung menarik dan
menyenangkan.
Daftar Rujukan
Abraham, M.R., Renner J.W.. 1986.The Sequence of Learning Cycle Activity in
High School Chemistry. J. of Research in Science Teaching. Vol 23 (2), pp
121-143.
Arifin, M. 1995. Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia. Surabaya:
Airlangga University Press.
Bybee, W. Roger et. al. (1989). The BSCS 5E instructional model: origins,
effectiveness, and applications. Colorado Springs: BSCS.
Hudojo, H. 2001. Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruktivisme. Makalah Semlok
Konstruktivisme sebagai Rangkaian Kegiatan Piloting JICA. FMIPA UM. 9 Juli
2001.
Lawson A.E., (1994), Science Teaching And The Development of Thinking, Belmont,
California : Wadswort Publishing Company.
Martin,R.L.
1997. Teaching Science For All Children.
Boston:Allyn and Bacon
Renner, J.W., Abraham M.R.,Birnie, H.H. 1988. The Necessity of Each Phase of The Learning
Cycle ini Teaching High School Physics. J. of Research in Science Teaching.
Vol 25 (1), pp 39-58.
Resnick, L.B. 1981. The Psycology of Mathematics for Instruction. Tersedia pada
www.questia.com diakses tanggal 2 November 2014.
Soebagio dkk. 2000. Penggunaan Siklus belajar dan Peta Konsep untuk Peningkatan Kualitas
Pembelajaran Konsep Larutan Asam-Basa. PPGSM.
Tisno
H, Saroso Purwadi. 1995. Daur Belajar
Bidang IPA. Jakarta.